Posted by : Unknown Minggu, 05 Oktober 2014

Added : 10.5.2014

Matahari masih berada di ufuk timur, dan udara dingin sisa semalam masih serasa menusuk pori-pori, namun, dengan semangat 45 Antra mengayuh sepeda balapnya menuju sekolahnya, SMA Sapta Jaya. Antra memang lebih suka bersepeda daripada mengendarai sepeda motor, atau bahkan mobil seperti teman-teman lainnya. Alasannya sederhana, sehat dan hemat. Jarak rumahnya dengan sekolah lumayan jauh, sekitar tiga puluh menit perjalanan bila ditempuh dengan sepeda. Kota tempat tinggal Antra bukan kota besar seperti ibu kota yang selalu macet, dan dia cukup nyaman tinggal di kota ini. Yah, walaupun tak bisa dipungkiri polusi selalu saja ada dimana-mana sebagai dampak teknologi. Jadi, harap maklum. Antra menghentikan sepedanya ketika lampu merah di depannya menyala, dan timer masih menunjukkan perlu 30 detik lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Antra kembali mengayuh sepedanya, jarak menuju ke sekolahnya semakin dekat. Dari dulu Antra bercita-cita menjadi polisi, bukan polisi lalu lintas, tapi polisi bagian kriminal. Yah, mungkin itu semua karena ayahnya juga seorang polisi bagian kriminal yang cukup disegani. Sayang, ayahnya meninggal saat mencoba menangkap perampok bersenjata api. Banyak teman ayahnya bilang kalau ayah Antra adalah seorang polisi jenius yang mampu menyelesaikan kasus dengan baik.
“Ayahmu seperti detektif di novel-novel detektif, selalu berpikir dengan cemerlang dan penuh perhitungan,” kata mereka. Dan ayahnya adalah seorang yang pandai bergaul dan tak pilih-pilih teman, karena itulah dia mempunyai teman dari kalangan mana saja. Dari semua itu yang paling penting adalah ayahnya adalah seorang yang jujur.
“Nasi tak akan enak dimakan bila dibeli dengan uang yang tidak halal.” Itulah yang selalu dikatakan ayahnya. Semua hal tentang ayahnya itulah yang menyebabkan keinginannya menjadi polisi menjadi besar.
Setelah cukup lama mengayuh sepedanya sampailah Antra sampai di sekolahnya. Antra segera menaruh sepedanya di tempat parkir dan berjalan menuju kelasnya. “Ah, masih banyak waktu,” pikirnya.
Pelajaran pertama dan kedua hari ini adalah olahraga. Kelas Antra terletak di lantai satu, dan di sebelahnya persis ada kelas dua. Bila sedang duduk di depan kelas, dia dapat melihat dua kelas satu lain di depan, terpisah oleh jalan yang cukup luas, yang bila upacara bendera dipakai anak-anak kelasnya dan satu kelas lain untuk berbaris. Di depan kelas dan di dalam kelas terdapat pot bunga sebagai penyejuk ruangan. Di dalam kelas, satu pot kecil terletak di meja guru, yang letaknya lebih tinggi dari meja murid. Satu lagi, yang cukup besar berada di sebelah pintu masuk.
Sedangkan di luar, pot itu berada di kedua sisi tempat duduk panjang, yang biasa para siswa gunakan untuk melepas lelah atau menunggu guru jam pelajaran berikutnya masuk. Di dalam kelas itu pula terdapat lemari yang terbuat dari tembok yang lebih menjorok ke luar kelas, yang memang sengaja dibuat berbentuk lemari, sehingga hanya perlu menambahkan sekat-sekat untuk rak buku yang dibuat merapat dengan tembok bagian dalam lemari buatan itu. Lemari itu biasa digunakan para siswa untuk menyimpan tugas, buku panduan dari sekolah, buku ulangan, atau buku lama kakak kelas setiap generasi yang memang tidak pernah dibuang, hanya sekedar tradisi di sekolah itu agar buku-buku itu menjadi kenangan yang tertinggal di kelas itu, agar lemari itu tampak penuh buku.
Suasana kelas Antra masih cukup sepi, tapi dia sudah melihat sebagian temannya datang, beberapa diantaranya sudah memakai pakaian olahraga. Rupanya mereka sudah tidak sabar memulai pagi ini dengan olahraga.
Tak lama kemudian bel berbunyi tanda pelajaran dimulai, para siswa segera menuju lapangan olahraga yang cukup luas, yang juga biasa digunakan untuk bermain basket, futsal, juga upacara bendera. Guru olahraga sudah bersiap dengan membawa bola di tangan. Setelah berbaris, lari keliling lapangan, dan pemanasan mereka dibagi menjadi dua bagian. Siswa cewek bersiap untuk penilaian voli, sedangkan siswa cowok olahraga bebas, dan mereka memilih bermain sepak bola.
Sebelum bermain sepak bola, Antra berlari ke toilet. Dia sempat melihat temannya yang yang terlambat sehingga harus menjalankan hukuman. Selesai dari toilet dia menyapa temannya sebentar kemudian berlari ke lapangan.
Bel tanda jam pelajaran berbunyi, Antra dan teman-temannya tak peduli karena masih tersisa satu jam lagi untuk pelajaran olahraga ini. Teman yang terlambat dan terkena hukuman tadi sudah sampai di lapangan. Setelah meminta ijin mengikuti pelajaran dan meminta maaf karena terlambat, dia ikut bergabung. Sementara itu beberapa diantara siswa pria sudah berhenti karena kelelahan dan langsung menuju kantin, sebagian lainnya masih meneruskan bermain sepak bola.
“Tunggu! Uangku masih di dalam tas, aku mau ambil dulu!” Teriak Andika ketika teman-temannya yang sudah kelelahan berniat pergi ke kantin.
Setelah cukup lama menerjang, menendang, berlari, dan menghalau bola tiba juga saat mengakhiri semua itu. Dan para siswa segera menuju ke kantin melepas haus yang melanda, sekaligus menyegarkan tenggorokan yang sudah terasa kering, Rudi berjalan agak tertinggal sebentar karena masih sibuk mencari buku catatannya. Setelah mereka semua kembali dari kantin, di kelas terjadi keributan. Putri, cewek cakep yang menjadi primadona kelas, menangis. Teman-teman cewek lain sibuk mencari dan menenangkan cewek manis berambut panjang ini.
“Kenapa?” tanya Antra pada teman yang sudah duluan di kelas.
“Hand phone si Putri hilang.”
“Kok bisa?” tanya Riko.
“Mana aku tahu, kali aja lupa naruh dimana. Atau memang dicuri,” kata seseorang.
“Wah Andika mulai cari kesempatan tuh,” kata Riko sambil wajahnya melihat ke arah Putri yang dikelilingi cowok dan cewek.
“Andika kan memang dekat dengan Putri. Emang nggak boleh? Kamu iri, ya?” sindir Antra tanpa melihat temannya yang menggerutu.
“Padahal denger-denger Andika ditolak waktu nembak si Putri,” kata Riko lagi.
Antra hanya mengangguk mengerti.
“Yah, ini memang kesempatan yang baik untuk mendekati Putri lagi, biar kelihatan sok care,” ucap Riko.
“Bisa juga kesempatan untuk mempermainkannya,” gumam Antra.
“He?” Riko bingung mendengar kata-kata temannya ini.
Seperti yang bisa diduga para siswa melaporkan kejadian itu. Dan Pak Hadi, guru matematika mereka, memeriksa seluruh isi tas setiap siswa, dan sudah diduga pula bahwa hp Putri tak ada di tas setiap siswa kelas itu.
“Terlalu bodoh bila menyembunyikan hp itu di dalam tas. Pasti akan ketahuan,” gumam Riko.
“Kalau niatnya tidak untuk mencuri akan berhasil dengan baik,” balas Antra, yang melihat setiap raut muka setiap temannya.
“Bagaimana pendapatmu, Tra? Menurutmu siapa yang mencuri hp primadona kelas kita? Kalau menurutku sih, si Darma. Bukankah dia tadi datang terlambat, pasti dia lebih leluasa mengambil hp Putri.”
Antra terdiam sebentar, dahinya mengkerut, kemudian tersenyum kecil.
”Ya, kalau benar begitu pasti dia orang yang bodoh. Dengan mudahnya jadi orang yang dicurigai. Bukankah lebih baik mengambil tidak pada saat kita bisa menjadi tersangka utama?”
Riko hanya mengangguk-anggukan kepala. Setelah itu Pak Hadi memerintahkan agar setiap murid mencari di setiap sudut ruang kelas.
“Kenapa nggak di miscall saja, ya?” tanya Riko lagi.
Antra menggeleng-gelengkan kepala mendengar usul temannya itu. “Kalau pencurinya bodoh pasti akan langsung terdengar bunyi ring tone,” jawabnya singkat.
Andika, teman dekat Putri, mencari di lemari dan menggeleng-gelengkan kepala, sementara Budi yang duduk di belakang Antra mencari di laci guru, dan ada pula yang mencari di pot, mereka berpikir mungkin saja si pencuri memasukkan hp itu di tanah dalam pot besar itu. Sama halnya dengan para cowok, cewek-cewek juga ikut mencari di setiap sudut. Tak terkecuali Antra dan Riko, “Kelihatannya percuma aja, Tra! Paling pencurinya kelas lain.”
“Mungkin juga,” jawab Antra singkat.
Antra memeriksa lemari. Andika yang melihatnya berkata, “Tadi lemari itu sudah aku periksa, tapi tak ada di sana.”
“Oh, baguslah kalau begitu,” kata Antra sambil mendorong buku-buku itu merapat ke tembok.
Antra mendekati Putri yang air matanya masih menetes. “Memang hp kamu itu biasanya taruh mana, Tri?”
Putri hanya menunjukkan tempat ritsleting di dalam tasnya, letaknya bagian dalam. Orang yang tidak tahu tas model seperti itu pasti tak akan menyangka ada kantong di situ, apalagi pria. Tapi hal ini membuat Antra tersenyum puas.
Pencarian itu tak membuahkan hasil, Pak Hadi mencoba menenangkan Putri, dan dia akan membicarakan masalah ini dengan kepala sekolah. Mereka melanjutkan pelajaran yang hanya tersisa beberapa menit saja.
Bel istirahat berbunyi, para siswa masih ramai membicarakan hilangnya hp Putri. Berbagai dugaan menghinggapi benak para remaja di kelas itu.
Antra berjalan tenang menuju kantin, dia melihat Andika, teman dekat korban, duduk sendirian. “Gimana, Dik? Sudah ketemu belum hpnya?”
“Belum, Tra,” jawab Andika.
Antra tersenyum, “Kenapa nggak kamu kembaliin saja hpnya? Kasihan kan Putri.”
Andika terkejut dan memandang Antra.
“Apa maksudmu? Kamu kira aku yang mencurinya? Lagipula buat apa aku mencuri hp putri? Aku cukup kaya untuk bisa beli hp yang sama seperti itu, bahkan yang lebih mahal juga bisa. Kamu jangan ngaco,Tra!”

Antra masih tetap tenang.
“Uang bukan motif segalanya, teman. Kamu hanya ingin mempermainkan Putri, bukan? Setelah kamu ditolak.”
Andika kelihatan makin tegang.
“Seharusnya Darma yang alibinya paling tidak kuat? Dia datang terlambat dan kesempatan untuk mengambil hp Putri lebih besar. Lagipula dia miskin. Mungkin dia tergiur menjual hp itu. Kamu harusnya berpikir ke situ, Tra!”
“Yah, mungkin itulah yang diharapkan pelaku setelah dia melihat seseorang datang terlambat, dan orang itu Darma,” Antra diam sebentar, dia melihat raut muka Andika yang semakin merah. “Tapi aku bisa menjadi alibi bagi Darma. Aku sempat melihat dia dihukum saat aku ke toilet, dan aku sempat menyapa dia. Dia sudah memakai baju olahraga. Kemudian jarak dia datang ke lapangan dan bel jam pertama berakhir berbunyi tak terlalu lama. Lagipula dia cowok yang sederhana, atau kalau memakai kata-katamu miskin, walaupun menurutku itu tak pantas diucapkan seorang teman. Dia tak mungkin tahu ada kantong tersembunyi di tas Putri, kecuali dia cewek atau orang yang dekat dengannya dan tahu kebiasaan dimana dia menyimpan hpnya.”
Andika semakin gelisah.
“Sudahlah, mengaku saja, aku tahu dimana kamu menyembunyikan HP itu. Aku akan menjembatani pengakuanmu nanti sepulang sekolah, dengan begitu teman-teman sekolah tak akan tahu perbuatanmu. Dan Putri, aku tahu dia orang yang berjiwa besar, dia pasti memaafkanmu dan merahasiakan hal ini. Tentang bagaimana hp putri bisa hilang dan ketemu dimana aku yang akan mengarang ceritanya. Bagaimana?”
Andika masih diam.
Antra tersenyum kecil melihat Andika terdiam. Kemudian dia berdehem.
“Pertama ada tiga orang yang mencurigakan. Darma, kamu, dan Rudi. Dengan menyisihkan kalau orang luar yang mengambil hp itu, hanya kalian bertiga yang menjadi tersangka,”
“Kenapa kamu menyisihkan orang luar? Bisa saja kan mereka yang mengambil hp itu?!” seru Andika.
“Kalau mereka bisa keluar saat pergantian jam pelajaran, mungkin aku tak akan menyisihkan mereka. Tapi aku tahu kelas yang dekat dengan kelas kita semuanya mendapat dua jam pelajaran langsung, kemungkinan kecil bagi kelas sebelah kita menjadi tersangka. Untuk kelas lain yang hanya satu jam pelajaran saja, berjarak cukup jauh dengan kelas kita. Mereka pasti hanya menunggu pelajaran berikutnya dengan duduk di depan kelas. Lagipula letak kelas kita tidak dekat dengan toilet, atau tidak menjadi jalan menuju ke toilet, jadi jarang siswa lain lewat kelas kita. Itulah alasan aku menyisihkan orang luar dari kasus ini”
Antra lagi-lagi melihat Andika kemudian meneruskan kata-katanya.
“Seperti yang aku bilang di awal. Darma punya alibi dan aku alibinya, dan alibi bahwa aku ke toilet adalah Darma dan siswa lain yang terkena hukuman. Jadi hanya tinggal dua orang kamu dan Rudi. Rudi lolos karena hanya sebentar tertinggal di kelas sendirian sebelum menyusul semua siswa ke kantin. Lagipula Rudi tak punya motif, dia anak berada. Terakhir kamu, setelah melihat Darma datang terlambat, ide itu mungkin begitu saja tercetus di kepalamu. Kamu punya kambing hitam untuk rencana ini. Kemudian kamu menjalankan rencana yang secara spontan tersusun di kepalamu. Kamu berhenti sebelum jam olahraga berakhir dan pergi mengambil uang di kelas. Kamu bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Apalagi kamu tahu persis letak dimana Putri menyimpan hpnya, jadi bukan masalah buat kamu mempersingkat waktu. Sebelum pergi ke kelas kamu berteriak, ‘Tunggu! Uangku masih di dalam tas, aku mau ambil dulu,’ Seakan kamu memposisikan sebagai salah satu target tersangka, tapi itu alibi yang telah kamu siapkan. Buat apa kamu berteriak kalau kamu akan mencuri hp, lebih baik diam-diam, bukan? Dan kamu adalah orang kaya, dan dekat dengan Putri, maka kamu akan tereliminasi dari tuduhan itu. suatu perencanaan alibi yang hebat. Dan kamu pun sudah tahu siapa yang akan lebih dicurigai. Darma. Pertama, aku ragu apa motif pencurian ini. Jelas bukan uang. Setelah aku mendengar rumor bahwa kamu baru saja ditolak oleh Putri, aku langsung tahu motif pencurian ini.
“Hp itu kamu sembunyikan di belakang tumpukan buku lama milik kakak kelas, bukan? Merapat dengan tembok? Kamu yang pertama kali mencari di lemari dan menggeleng seolah-olah mengatakan bahwa hp itu tak ada di situ. Teman-teman percaya. Saat aku memeriksa lemari itu kamu langsung mencegahku dengan mengatakan bahwa hp itu tak ada di sana, karena kamu sudah memeriksanya. Dan itulah yang semakin menguatkan kecurigaanku. Saat aku merapatkan buku itu ke belakang, aku merasa buku lama itu seperti ada yang mengganjal, dari situlah aku yakin dimana hp itu kamu sembunyikan. Bagaimana, Dik? Bisa kita buktikan, dan nanti kamu akan malu sendiri, bila aku mengatakannya pada semua siswa di kelas.” Antra diam sebentar sebelum kembali meneruskan perkataannya,
“Sudahlah ini demi kebaikanmu sendiri. Aku tak akan melaporkan ini ke guru. Aku masih bisa mentolerir tindakanmu kali ini. aku tahu ini semua terjadi karena emosimu yang labil. Kali ini kamu benar-benar melakukan hal yang bodoh dan tak perlu, Andika.”
Andika berpikir cukup lama, raut mukanya benar-benar menunjukkan suatu ketegangan hingga akhirnya dia memutuskan menyetujui usul Antra.
Sepulang sekolah Antra, Andika dan Putri, yang dengan diam-diam disuruh Antra kembali ke kelas sendirian sepulang sekolah, berada di kelas. Setelah memberitahukan semua pada Putri, Putri marah, walaupun akhirnya dengan bujukan Antra dia memaafkan Andika.
Keesokan harinya, di kelas, Putri memberi tahu teman-temannya bahwa hpnya tertinggal di toilet dan seorang siswa sepulang sekolah mengembalikannya. Setelah kejadian itu, walaupun kasusnya tak tersebar, Andika merasa malu, dan akhirnya memutuskan pindah sekolah.
“Seorang pelaku kejahatan tak akan pernah merasa nyaman sebelum dia mengaku dan berusaha memperbaiki perbuatannya,” gumam Antra.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Mura no gakusei - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -